PEMILIHAN USKUP MENURUT CYPRIANUS:

PARTISIPASI KLERIKUS DAN AWAM


PENGANTAR

Cyprianus “tidak akan pernah berhenti berbicara bahkan hingga akhir dunia ini, ” demikian dituturkan oleh Deacon Pontius, penulis biografi pertama uskup-martir di Kartago. Popularitas abadi Cyprianus berada dalam tataran yang agung, seperti ditulis oleh Quasten, “bagi mutu hatinya yang luhur yang menunjukkan cinta kasih dan kelemahlembutan, kebijaksanaan dan jiwa pemersatu.”

Dalam komunitas Gereja Katolik Roma saat ini tulisan-tulisan Cyprianus masih sangat berpengaruh. Cyprianus memberi informasi bernilai dalam pelaksanaan praktis pemilihan uskup. Dia menyatakan dengan tegas bahwa keseluruhan komunitas – imam, awam, dan sesama uskup – untuk berpartisipasi dalam menyeleksi pemimpin-pemimpin di keuskupan. Konsistensi Cyprianus dalam mendengarkan suara rakyat dalam pemilihan uskup secara khusus sangat sesuai jika dibandingkan dengan ajarannya tentang status uskup yang ditinggikan. Dia, sebagaimana dicatat oleh Monceaux, “a men of authority” yang menegaskan bahwa tindakan-tindakan uskup hanya bisa diadili oleh Tuhan.

Dalam bagian ini terutama lebih disoroti peran imam dan awam dalam pemilihan uskup dengan penekanan umum pada apa yang biasa disebut suffragium. Akan dibagi dalam 2 seksi: pertama, gambaran proses pemilihan itu sendiri –elemen-elemen utama, otoritasnya, dan luas wilayahnya; kedua, pengujian peran spesifik yang dimainkan oleh imam, awam, dan uskup-uskup lain.

GAMBARAN PROSES PEMILIHAN

Elemen-elemen dasar

Tahta lowong diisi dalam cara berikut. Dalam suasana tenang, ketika perkumpulan-perkumpulan Kristen telah diizinkan, komunitas lokal tanpa uskup itu berkumpul bersama dan seorang uskup terpilih “sub omnium oculis.” Dalam perkumpulan ini hadir imam setempat, umat dan uskup-uskup dari provinsi itu. Setiap anggota berpartisipasi. Maka, Cyprianus disejajarkan dengan “universae fraternitas suffragium,” “Publicum iudicum ac testimonium,” & “omnium suffragium et iudicium.” Dia diserahi tugas-tugas khusus oleh para imam, awam, dan uskup-uskup. Maka terdapatlah “cleri suffragium” dan “clericorum suffragium.” Dia bahkan menyebut “suffragium ” & “testimonium et iudicium” para umat. Akhirnya, “colegarum testimonium et iudicium” & “coepiscorum consensus.” Akan tetapi, elemen yang paling penting, yang mempersatukan dan paling mensahkan seluruh prosedur itu adalah “Dei iudicium” atau “divinum iudicium.” Inilah yang terpenting, karena semua itu “Allah yang menjadikan (memilih) uskup.”

Tujuan proses yang telah digariskan di atas adalah untuk memilih jabatan uskup sesuai calon yang kecakapannya dikenal oleh semua. Cyprianus memerlukan partisipasi semua level dalam keanggotaan G agar “tak seorangpun yang tidak layak berada dalam pelayanan altar.” Prosedur demikian sesuai dengan pertimbangan biblis: pengangkatan Eleazar sebagai imam agung, Mathias, dan tujuh orang yang dipilih melayani orang miskin.

Otoritas

Otoritas tertinggi dalam pemilihan uskup bagi Cyprianus adalah Allah sendiri. Cyprianus tetap berpegang bahwa ajarannya adalah bagian dari kebenaran bapa-bapa leluhur dan berakar dalam kehendak Allah. Maka, adalah “divina auctoritas” jika seorang uskup dipilih di hadapan semua umat, agar pentahbisan itu menjadi “justa et legitima.” Praktik sedemikian merupakan “traditio divina et apostolica observatio.”

Jangkauan geografis

Cyprianus mengatakan bahwa dia telah dipilih menjadi uskup dengan “populi universo suffragio.” Dia juga menyatakan bahwa kebiasaan pemilihan oleh umat sudah dilaksanakan bukan hanya di Afrika (“apud nos”) tetapi “fere per provincias universas.” (fere = hampir).

Pandangan ini sejajar dengan pendapat 2 Bapa Gereja pada abad ke-3, Hyppolitus dan Origenes. Hyppolitus dari Roma, dalam Traditio apostolica-nya menulis: “Biarlah uskup ditahbiskan sesudah ia dipilih oleh semua umat.” Traditio Apostolica setuju dengan ide Cyprianus tentang pemilihan uskup dan barangkali juga mengindikasikan bahwa praktik pemilihan uskup oleh umat juga sah dijalankan di beberapa Gereja di wilayah Timur. Hal ini dipertegas oleh Origenes. Uskup akan ditahbiskan “di hadapan seluruh awam, agar semua mengetahui dengan pasti bahwa orang yang terpilih untuk jabatan episkopal dari seluruh umat itu adalah yang paling unggul.”

Tentu tidak dapat dikatakan dengan pasti bahwa uskup-uskup telah dipilih oleh para imam dan umat di setiap Gereja Kristen selama abad ke 3. Akan tetapi, pemilihan uskup oleh umat adalah yang paling banyak dipakai dan diterima dalam tradisi di banyak Gereja Penggunaan kecakapan dari fere barangkali mengindikasikan bahwa C mengawaskan beberapa G (satu sekurang-kurangnya, tetapi mau juga lebih) di mana suatu praktik pemilihan uskup yang berbeda berlaku. Apakah teks ini menunjuk pada G Alexandria? Menurut Hyeronimus, di sana terdapat suatu tradisi sejak pendiriannya pada abad ke 3 bahwa imam-imam dipilih oleh paus.

baik wilayah timur pun barat.

PERAN KHUSUS IMAM, AWAM, DAN USKUP-USKUP LAIN

Term-term yang biasa dipakai oleh Cyprianus berkaitan dengan pemilihan uskup adalah consensus, deligo, iudicium, suffragium, dan testimonium. Semua komentator setuju bahwa bahwa C memimpikan suatu proses yang partisipatif; namun terdapat keragaman pendapat yang besar manakala itu sampai pada pemberian makna spesifik pada tiap-tiap kelompok dalam komunitas.

Imam

Tindakan imam meliputi testimonium dan suffragium. Termasuk juga iudicium, karena Cyprianus berbicara tentang “Publicum iudicium dan omnium iudicium.”

Awam

Awam menurut Cyprianus memberi testimonium, suffragium, dan iudicium. Ranah interpretasi utama berpusat pada arti suffragium itu. Ada dua pandangan berkaitan dengan arti suffragium: pandangan pertama berarti suara aktual (dikaitkan dengan praktik pertemuan-pertemuan rakyat Roma kuno, di mana suara direkam dalam fragmen-fragmen.), yang lain menyamakannya dengan persetujuan (menyamakannya dengan pengesahan)

Uskup-uskup

Cyprianus memakai term-term suffragium, iudicium, dan consensus dalam konteks ini. Dia tidak pernah memakai suffragium merujuk pada tindakan uskup. Semua menyetujui bahwa terdapat pengesahan hakim menyangkut satu aspek dari peran uskup: hanya uskup yang punya hak menyelenggarakan ritual pentahbisan aktual. Mayoritas komentator menganggap suatu peran tetap berasal dari uskup dan membantah bahwa uskup memiliki pengadilan memutuskan yang tertinggi.

Berikut dianalisa perbedaan fungsi-fungsi operatif dalam pemilihan uskup:

Pertama, testimonium adalah tindakan yang oleh seluruh komunitas (imam, umat, & uskup) menunjukkan secara publik pandangan mereka tentang batasan (kualifikasi) para kandidat untuk tugas jabatan uskup. Saat sede vacante adalah satu kesempatan bagi semua untuk mendiskusikan secara terbuka kwalitas seseorang menyangkut keunggulan dan kelemahan yang barangkali paling dikenal oleh kebanyakan dari mereka yang hadir. Tujuan mendengarkan itu adalah untuk memastikan bahwa orang yang akhirnya terpilih adalah layak untuk menerima tugas uskup.

Kedua, suffragium adalah tindakan dengan mana imam atau umat (bukan uskup) mengindikasikan beberapa sikap yang mereka inginkan untuk menjadi uskup. Hasil yang diinginkan dari suffragium adalah suatu keputusan dengan suara bulat, tetapi ini tidak selalu merupakan tujuan utama. Dalam pemilihan Cyprianus sendiri, terdapat beberapa orang yang tidak mendukung dia. Akan tetapi, paling tidak mayoritas dari mereka yang hadir memberi pilihan yang menyetujui.

Ketiga, iudicium adalah tindakan dengan mana seluruh pihak pemilih (termasuk uskup) menyetujui secara publik hasil suffragium. Dengan iudicium orang yang terpilih diberi mandat umat. Iudicium dan consensus dari sesama uskup memiliki tuntutan kanonik dan berarti penerimaan seseorang kedalam kolegialitas para uskup.

KESIMPULAN

Apa signifikansi teologis dari pendapat Cyprianus dalam rangka pemilihan uskup? Tiga observasi kiranya dapat dibuat. Pertama, Cyprianus mendasarkan teologinya pada tradisi apostolik dan kuasa ilahi. dia sebenarnya tidak terlalu menekankan bahwa partisipasi umatlah yang paling esensial. Cita-cita Cyprianus adalah sebuah idealisme. Dia mengabadikan idealisme ini di dalam tradisi dan berpegang bahwa hal itu masuk akal dan dapat dibenarkan secara teologis. Kedua, idealisme ini gagal idteruskan karena 3 alasan ini: berkurangnya awam yang terpelajar, penyalahgunaan proses pemilihan tradisional, dan campur tangan penguasa-penguasa duniawi. Ketiga, berdasarkan teori Cyprianus, partisipasi klerus dan awam dalam pemilihan uskup kontemporer dapat dipahami sebagai sebuah tujuan fungsional. Vatikan II mendukung prosedur ini dengan menegaskan persamaan hak yang fundamental dari umat Allah juga prinsip kolegialitas dan subsidiaritas.

Apa yang diharapkan sekarang adalah sebuah prosedur pemilihan yang terbuka yang menjamin akuntabilitas dan partisipasi yang sungguh-sungguh dari semua anggota Gereja.